PANGKALPINANG, Aquilaindonesia.com – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Amri Cahyadi, akhirnya menanggapi dan mengklarifikasi terkait proses hukum yang saat ini masih berjalan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Babel mengenai dugaan tindak pidana korupsi tunjangan transportasi pimpinan DPRD periode 2017 – 2021.
Menurutnya, sangat menghormati proses hukum yang berjalan, dari awal kooperatif bakal datang sesuai dengan panggilan untuk pemeriksaan ataupun tindakan hukum lainnya.
“Digantung pun nasib kami tidak lah baik, sudah hampir tujuh bulan sejak ditetapkan tersangka, maka kami pun butuh kepastian hukum,” kata Amri saat ditemui awak media di ruang kerjanya, Senin (27/3/2023).
Diakuinya walau pun secara hukum, pihaknya sulit membuktikannya, namun intuisi politik mengindikasikan kental nuansa politisnya.
Hal ini diduga adanya oknum yang berkorban memasang spanduk-spanduk serta baliho, gerakan demo sepihak mendesak Kejati Babel untuk lekas menangani kasus ini.
“Namun setelah tujuh bulan kami ditetapkan, baru menjelang pendaftaran Pemilu tahun ini kasus dilanjutkan, ini jelas indikasi-indikasi politisnya,” jelasnya.
“Menurut kami, tekanan-tekanan politik tersebut menunjukkan oknum-oknum yang tidak mau berkompetisi secara sehat dan hanya mencari kesalahan yang belum tentu benar, untuk mencapai syahwat politiknya seperti pengganti antar waktu (PAW) maupun penggantian pucuk pimpinan partai,” ujarnya.
Lanjutnya selaku politisi pastinya siap dengan segala resiko, termasuk konsekuensi hukum yang dituduhkan, sehingga timbul perlakuan sangat kental dengan nuansa pembunuhan karakter dan nuansa pembunuhan politik.
Mengenai kasus dugaan ini bukan suap, gratifikasi ataupun proyek, tetapi hal ini berkaitan dengan tunjangan transportasi yang menjadi salah satu komponen gaji setiap awal bulan ditransfer oleh bendahara.
Bukan atas dasar pengajuan, namun atas keyakinan bendahara, PPTK, PPK atas Hak Keuangan dan administrasi sesuai aturan hukum yang ada.
Selain itu, pihaknya diduga menerima tunjangan transportasi bersamaan dengan kendaraan dinas jabatan.
“Perlu kami sampaikan dan luruskan, bahwa kendaraan dinas jabatan dikembalikan di Oktober 2017 setelah menerima surat permintaan pengembalian oleh Pejabat Pengguna Barang,” terang Amri.
“Permintaan pengembalian tidak hanya kepada unsur pimpinan, namun juga kepada semua Anggota DPRD baik yang memegang jabatan selaku pimpinan komisi, fraksi maupun tidak memegang jabatan melalui surat yang sama. Jadi sejak kami menerima tunjangan transportasi, kami sudah tidak menggunakan endaraan dinas jabatan termasuk fasilitas yang melekat seperti BBM, sopir, biaya perawatan dan lainnya, sehingga menurut kami tidak ada double anggaran disini,” ulasnya.
Begitu pun di periode 2019-2024 ini, sejak dilantik tidak pernah menerima mobil jabatan dan langsung ditransfer gaji yang salah satunya tunjangan transportasi.
“Yang mengagetkan, kami dan DPRD tidak pernah menerima rekomendasi atas temuan akan tunjangan ini baik oleh Inspektorat maupun BPK. Misal rekomendasi yang menyatakan kami tidak boleh menerima atau Sekwan tidak boleh membayar, sehingga harus dikembalikan misalnya sebagai aturan pencegahan,” akunya.
“Apa yang dilakukan APH dalam hal ini Kejati Babel menurut kami tidak fair bahwa atas dugaan mereka langsung memutuskan tidak boleh tanpa atas dasar temuan audit, sehingga kami pun merasa terjebak dengan gaji yang ditransfer bendahara jika menurut mereka salah,” paparnya.
“Karena kami tidak ada ruang sama sekali dikatakan salah dan dikembalikan,” terang Amri lagi.
Amri juga melihat ada unsur tebang pilih disini, mengingat pengembalian kendaraan dinas tidak hanya berlaku di pimpinan DPRD saja, namun juga seluruh Anggota DPRD Babel waktu itu.
Apalagi hal ini juga dilakukan oleh anggota di DPRD kabupaten/ kota di Babel dan juga hampir di seluruh Indonesia.
“Dalam hal pengembalian kendaraan dinas jabatan, yang pastinya pengguna anggaran waktu itu sudah memahami dan mengetahui aturannya, tidak ada satu pun yang lari ke pidana, tetapi jika ada yang bisa diselesaikan dalam audit internal dan dikembalikan, tapi itu tidak pernah terjadi dikami,” tukasnya.
“Namun, sekali lagi kami tetap hormati proses hukum ini dengan tetap kooperatif. Tidak akan lari ataupun menghilangkan alat bukti, apalagi kami sudah digantung hampir delapan bulan,” tegasnya.
“Kami akan hadir dan siap dengan konsekuensi hukum lainnya. Inilah bagian dari resiko pekerjaan selaku politisi, pastinya dikelilingi oleh kompetitor yang bisa jadi menghalalkan segala cara guna menghabisi lawannya. Kami siap dan mohon kiranya proses ini tetap mengedepankan azas praduga tidak bersalah,” pungkas Amri. (*)
Aquilaindonesia.com : Dwi Putra
Editor : Dwi Putra