Oleh: Agus Ismunarno Cakraputra
Pemimpin Redaksi AQUILA Media Group
*) The Journey of Life Series
JAKARTA, aquilaindonesia.com– Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen. Target ini, kata Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, bukan hal mudah, tetapi juga bukan sesuatu yang mustahil.
“Target ini tidak mudah, namun bukan berarti tidak bisa diwujudkan. Sejarah menunjukkan sebelum krisis 1997–1998, ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata di atas 6 persen,” ujar Purbaya dalam Rapat Paripurna DPR RI, 23 September 2025.
Purbaya membandingkan dengan Korea Selatan dan Singapura, yang tumbuh rata-rata 7,5 persen dalam satu dekade sebelum menjadi negara maju. Bahkan China pernah mencatat pertumbuhan di atas 10 persen pada 2003, 2007, dan 2010. Menurutnya, dengan strategi yang tepat, Indonesia bisa kembali menembus 8 persen.
Purbaya menyebut kunci strategi itu adalah Sumitronomics — warisan gagasan Prof. Soemitro Djojohadikusumo, ekonom terkemuka sekaligus ayah Presiden Prabowo. Konsep ini berdiri di atas tiga pilar utama:
1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
2. Pemerataan manfaat pembangunan.
3. Stabilitas nasional yang dinamis.
“Untuk menjalankan tiga pilar tersebut, mesin-mesin pertumbuhan harus dihidupkan dan dipastikan selaras — fiskal, sektor keuangan, perbaikan investasi,” kata Purbaya. Dengan konsistensi, ia yakin Indonesia bisa melampaui 6 persen dalam waktu dekat, lalu menembus 8 persen dalam jangka menengah.
Namun, apakah semangat Sumitronomics cukup tanpa hilir nyata di lapangan? Di sinilah warisan infrastruktur era Presiden Jokowi menjadi penting: bendungan-bendungan besar untuk irigasi, jalan tol untuk distribusi, pelabuhan dan bandara untuk konektivitas.
Fondasi keras ini sudah ada. Tetapi rakyat masih bertanya: “Mengapa harga gabahku tetap rendah? Mengapa biaya logistik tetap mahal?”
Presiden Prabowo kemudian menambahkan satu gagasan baru: Supermarket Desa. Melalui Koperasi Desa Merah Putih, produk pertanian dan nelayan akan langsung masuk ke kota. “Mangga, pisang, pepaya, kelapa… semua dari desa bisa langsung dijual di kota,” ucapnya di Hambalang.
Tak berhenti di pangan, koperasi desa juga akan membuka farmasi murah dan distribusi LPG yang lebih terjangkau. Tujuannya jelas: memotong tengkulak, rent-seeker, dan rantai distribusi panjang yang selama ini menggerus harga petani.
Jika dijahit menjadi satu, kita melihat sebuah perkawinan:
Spirit Sumitronomics: negara hadir, industri tumbuh, rakyat diutamakan.
Infrastruktur Jokowi: bendungan, jalan, pelabuhan sebagai fondasi keras.
Supermarket Desa Prabowo: hilir baru untuk UMKM, petani, dan nelayan.
Benang merahnya sederhana: akar ekonomi tumbuh di desa, buahnya dinikmati di kota.
Namun, pertanyaan reflektif tetap menggantung: apakah target 8 persen pertumbuhan ini akan menjadi kenyataan, atau hanya angka di atas kertas? Apakah supermarket desa benar-benar akan menaikkan harga gabah dan ikan rakyat, atau hanya menjadi etalase simbolis?
Sejarah akan mencatat bukan sekadar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga apakah desa akhirnya bisa menembus kota dengan martabatnya sendiri. Semoga.
*) The journey of life series- adalah tulisan serial berbagai tema oleh penulis, pasca 65 Th Kelahiran (15 Agustus 1960), 35 Th Berkarya sebagai Insan Pers Indonesia dan 25 Th Berkarya Jurnalistik di Babel.






