Ledakan di SMA 72 Jakarta — Getar dalam Salat Jumat, Puluhan Pelajar Terluka, Bangsa Berduka

oleh -Post Views 15

Oleh: Agus Ismunarno Cakraputra
Pemimpin Redaksi
AQUILA Media Group

 

HARI ITU Jumat, 7 November 2025, khutbah Jumat tengah berkumandang di masjid sekolah dalam kompleks SMA Negeri 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Di tengah doa dan dzikir, dua ledakan mengguncang — bukan di medan perang, melainkan di ruang hening tempat anak-anak belajar mengenal masa depan.

Kronologi Getar yang Tak Disangka

Sekitar waktu salat Jumat, ledakan pertama terdengar dari dalam masjid sekolah, disusul ledakan kedua dari arah lain. Panik menjalar seperti gelombang: siswa dan guru berhamburan, asap mengepul, serpihan beterbangan.

Tim Gegana dan Densus 88 segera bergerak, mensterilkan lokasi. Menurut laporan resmi, puluhan siswa mengalami luka; satu di antaranya masih dirawat intensif di RS Islam Cempaka Putih, sementara lainnya dirawat jalan dan mendapat pendampingan psikologis.

Polisi mengidentifikasi terduga pelaku sebagai salah satu siswa sekolah itu, berusia sekitar 17 tahun. Dari olah TKP, tim Densus 88 menemukan tujuh peledak rakitan, empat di antaranya meledak, tiga lainnya disita dalam kondisi belum aktif.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut penyelidikan masih berjalan, namun perundungan (bullying) diduga menjadi salah satu motif di balik tindakan ini.

> “Anak ini tampaknya menyimpan tekanan psikologis, termasuk indikasi pernah menjadi korban perundungan. Kita dalami semua faktor,” ujar Kapolri.

Trauma Kolektif: Sekolah yang Berguncang

Ledakan itu tak hanya meninggalkan luka fisik, tapi juga jejak trauma kolektif. Guru, siswa, bahkan warga sekitar sekolah masih terperanjat — sebab rasa aman yang dulu begitu wajar, kini rapuh.

Polri bersama tim psikososial telah menurunkan pendampingan untuk korban dan teman sekelas pelaku. Kementerian Pendidikan menyerukan agar semua sekolah memperkuat deteksi dini potensi perundungan, membangun saluran komunikasi aman, dan memperbarui SOP penanganan krisis di lingkungan pendidikan.

KPAI turut menyuarakan keprihatinan:

> “Kasus ini harus menjadi pembelajaran bahwa perundungan bukan hal sepele. Ia bisa mematikan empati, merusak mental, bahkan berujung tragedi,” ujar Ketua KPAI.

BNPT juga menegaskan pentingnya literasi digital dan pengawasan konten daring, mengingat kemungkinan anak terpapar bahan ekstrem atau kekerasan daring.

Cermin dari Bangsa yang Lengah

Tragedi ini menjadi cermin retak bagi bangsa kita. Di tengah hiruk pikuk isu korupsi, KKN, maraknya aktivitas illegal dan kriminalitas di ranah orang dewasa, ternyata anak-anak kita pun bergulat dalam badai batin yang tak kalah berat.

Sekolah, yang seharusnya menjadi taman belajar dan ruang aman, kini menyimpan potensi luka psikis yang terpendam.

Pertanyaan besar muncul:
Bagaimana sekolah menjaga ekosistem psikososial siswanya?
Bagaimana keluarga membaca sinyal kesepian anak sebelum terlambat?
Dan bagaimana negara melindungi generasi muda di tengah derasnya arus konten kekerasan digital?

Psikolog remaja Seto Mulyadi (Kak Seto) mengingatkan:

> “Anak-anak tidak lahir dengan kebencian. Mereka belajar dari apa yang mereka lihat dan alami. Karena itu, keluarga dan sekolah harus jadi ruang kasih, bukan arena kompetisi yang menekan.”

Refleksi Kebangsaan

Ledakan di SMA 72 – yang terjadi antara HUT Sumpah Pemuda dan Hari Pahlawan – bukan sekadar peristiwa kriminal. Ia adalah alarm sosial dan spiritual — tanda bahwa ada sesuatu yang sedang retak dalam jiwa bangsa.

Kita tidak sedang kehilangan satu anak pelaku atau satu korban; kita sedang kehilangan bagian dari kemanusiaan bersama.

Saat peluru tak bersuara melainkan ledakan di fasilitas pendidikan, kita dipaksa menatap cermin:
anak-anak kita bukan hanya masa depan bangsa, tetapi juga refleksi peradaban hari ini.

Jika sekolah menjadi medan luka, maka kemanusiaan kita sedang diuji. Dan bila kita memilih diam, maka sesungguhnya kita telah ikut menjadi bagian dari luka itu. Semoga tidak!

#NKRI #Polri #KPAI #BNPT #Kemendikbud #Gibran #Remaja

Tinggalkan Balasan