In Memoriam: 2 Tahun Bersama Bapa di Surga,
Oleh: Agus Ismunarno Cakraputra
Pemimpin Redaksi AQUILA Media Group
*) The Journey of Life Series
Berpulang ke Rumah Bapa
DUA TAHUN telah berlalu sejak Romo Aloysius Budyapranata, Pr — Romo Budyo bagi kami — berpulang ke rumah Bapa di Surga.
Jejak langkah dan kehangatan bimbingannya masih hidup di hati para muridnya.
Beliau bukan hanya pastor dan pengajar iman, tetapi juga rasul komunikasi sosial yang menyalakan api jurnalistik dalam jiwa kami.
Romo Budyo dan Romo Heru serta Romo Kirjito mendidik dan menginternalisasi ajaran komunikasi sosial di tahun 1980an di LOBIN, Bintaran, Yogyakarta dan Romo Budyo khususnya di Majalah KOMSOS Keuskupan Agung Semarang, serta Kelompok Penulis Seksi Paulus dan Majalah Woro Sastro dalam bimbingan Romo Sarjumunarsa SJ; Majalah Sadhar, Bapak G. Moedjanto; Majalah Pradnyawidya, Romo Tjokro SJ, serta latihan mental kepribadian oleh Romo HJ Suhardiyanto SJ.
Puncak panggilan profesional menjadi insan pers terjadi ketika saya bergabung dan diterima sebagai bagian keluarga Besar Bernas dalam bimbingan para Petinggi KOMPAS Gramedia/Persda/Tribun/Wartawan Senior/Para Mentor: Bapak Jakob Oetama, Mas Agung Adiprasetyo,
Bapak Mamak Sutamat, Om Valens Doy, Mas Herman Darmo, Bapak Sjamsul Kahar, Bapak Pramono BS, Mas Tommy Suryapratomo, Pemenang Nobel Perdamaian Uskup Belo, Mas Salvador Ximenes Soares, Mas Trias Kuncahyono, Mas Bambang Sigap Sumantri, dan Mas YB Margantoro.
Berkat tangan tangan suci Romo Budyo yang hari hari ini kita kenang dalam doa, kemudian secara khusus saya digerakkan oleh-Nya untuk berkarya di dunia media: BERNAS, Yogyakarta; Harian
Suara Timor Timur, Timor Leste, Banjarmasin Post, Kalsel; Serambi Indonesia, Aceh, BANGKA POS Group, Babel; Tribun Pekanbaru, Riau; TAM Corp, KORAN BABEL, Media Laskar Pelangi, dan AQUILA Media Group, Babel.

Komunikasi Sosial: Kerasulan dalam Zaman Baru
Dalam ajaran Gereja, komunikasi sosial bukan sekadar alat teknologi, melainkan sarana kerasulan.
> “Penemuan-penemuan teknologi yang mengagumkan … membuka peluang baru bagi manusia untuk saling berkomunikasi.
Bila digunakan dengan tepat, media ini dapat berjasa besar bagi umat manusia
dan turut menyiarkan serta memantapkan Kerajaan Allah.”
— Inter Mirifica, Konsili Vatikan II (1963)
Instruksi pastoral Communio et Progressio (1971) menambahkan:
> “Komunikasi sejati lebih dari sekadar pertukaran ide atau emosi;
ia adalah pemberian diri dalam kasih.”
Romo Budyo memahami semangat itu jauh sebelum kami sempat mempelajarinya.
Beliau membimbing kami agar media menjadi jalan pelayanan —
bukan sekadar arena aktualisasi diri, tetapi ruang kasih dan kebenaran.
Inspirasi dari Para Paus
> “Komunikasi bukan sekadar slogan atau siaran pers,
melainkan tindakan kasih.” — Paus Fransiskus
> “Media membutuhkan lebih banyak kebaikan dan kebenaran yang disampaikan dengan kasih.” — Paus Fransiskus
> “Jadilah pencari kisah-kisah kebaikan yang tersembunyi,
agar orang memiliki alasan untuk berharap.” — Pesan Paus Fransiskus untuk Hari Komunikasi Sedunia
Dalam terang ajaran para Paus itu, karya jurnalistik Romo Budyo terasa sebagai doa yang hidup —
tulisan yang membawa terang, menegur dengan kasih, dan menuntun dengan kejujuran.
Jejak Sang Guru
Saya masih teringat ketika beliau menafsirkan vandalism di dinding-dinding kota Yogyakarta
sebagai metafora eksistensial:
> “Itu seperti anjing yang kencing menandai wilayah kekuasaannya —
tanda ada jiwa-jiwa yang ingin diakui keberadaannya.”
Dari sana saya belajar bahwa jurnalisme bukan sekadar menulis fakta,
melainkan mengenali jiwa manusia di balik peristiwa.
Beliau juga memimpin operet Pangeran Bintara (Paroki Bintaran) dan Ratu Tumbelina,
menghidupkan seni sebagai bahasa iman.
Di tangan Romo Budyo, KOMSOS KAS dan Mimbar Agama Katolik TVRI menjadi panggung rohani yang dinamis dan cerdas.
Kami — para murid jurnalistiknya seperti
Mas YB Margantoro, Mas Gandung Sukaryadi, dan Yudah Prakoso —
masih menapaki jalan yang beliau buka:
menulis dengan nurani, berkomunikasi dengan kasih.

Doa dan Kenangan
> “Ya Tuhan, terimalah Romo Budyo dalam damai abadi-Mu.
Jadikan karya dan teladannya sumber inspirasi bagi generasi penerus,
agar kami tetap menulis dengan nurani, berbicara dengan kasih,
dan melayani dengan kejujuran.”
Requiescat in pace, Romo Budyo.
Damailah dalam pelukan kasih Tuhan,
tempat di mana kata-katamu menjadi cahaya yang tak padam.
Epilog: Kata yang Menjadi Kasih
> “Komunikasi sejati adalah pemberian diri dalam kasih.”
— Communio et Progressio, 1971
Kata-kata ini seolah menubuh dalam pribadi Romo Budyo.
Baginya, komunikasi bukan sekadar pesan yang disiarkan,
tetapi diri yang dihadirkan — dengan kejujuran, empati, dan cinta.
Ia menulis dengan nurani, berbicara dengan kelembutan,
dan bekerja dengan kedalaman doa.
Dalam setiap lembar majalah, setiap naskah, setiap teguran dan senyum yang beliau berikan,
ada satu pesan abadi: bahwa menjadi komunikator berarti menjadi saksi kasih itu sendiri.
Kini, setelah dua tahun bersama Bapa di Surga,
Romo Budyo tetap berbicara dalam keheningan.
Melalui kami — murid-muridnya yang masih belajar menulis dengan hati —
beliau terus menyampaikan pesan itu:
bahwa setiap kata yang lahir dari kasih tak akan pernah mati. Semoga🙏
*) The journey of life series- adalah tulisan serial berbagai tema oleh penulis, pasca 65 Th Kelahiran (15 Agustus 1960), 35 Th Berkarya sebagai Insan Pers Indonesia dan 25 Th Berkarya Jurnalistik di Babel.
#Pope #popefrancis #press #Kompas #Tribun #Mamak Sutamat #Herman Darmo #KAS #Yogyakarta







