Oleh: Agus Ismunarno Cakraputra
Pemimpin Redaksi AQUILA Media Group
*/Bagian Pertama dari Tiga Tulisan Bela Negara dalam Menyongsong 80 Tahun RI.
“Tentara hanya mempunyai kewajiban satu, ialah mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga keselamatan bangsa. Janganlah kita merasa lelah untuk mencintai tanah air.”
(Jenderal Sudirman)
DI ANTARA DERAP waktu yang tak pernah berhenti, di sebuah ruang gelap bernama Bioskop XXI Transmart, Pangkalpinang, cahaya-cahaya kecil dari layar lebar menyinari wajah-wajah yang larut dalam emosi. Tangis pelan pecah, bukan karena ledakan atau peluru, tapi karena cinta yang tak sempat diucap dan rindu yang terpaksa ditahan.
Itulah suasana nonton bareng film “Believe: The Ultimate Battle, Takdir, Mimpi, Keberanian”, Kamis (24/7-2025), persembahan Kodim 0413/Bangka bagi masyarakat Bangka yang ingin mengenal sisi lain tentara: sebagai manusia.
Film produksi Tentara Nasional Indonesia (TNI) ini tayang serentak di berbagai wilayah Indonesia, bukan hanya untuk ditonton, tapi untuk direnungkan. Militer tak sekadar berseragam dan bersenjata—mereka adalah anak, suami, istri, dan orang tua yang tahu bahwa panggilan tugas bisa berarti perpisahan tanpa kata.
“Di balik senyuman prajurit, tersimpan doa yang tak terdengar. Dan di balik kepergian mereka, ada hati yang rela menunggu tanpa kepastian pulang.”
Letkol Arm Bontor Karo-Karo, Kasdim 0413/Bangka, dalam sambutannya seusai pemutaran berkata dengan lirih, “Believe adalah film pertama TNI yang ingin menyampaikan pesan terdalam kepada publik: bahwa kami juga manusia. Kami mencintai, merindukan, dan kadang harus pergi tanpa sempat berpamitan.”
Salah satu adegan paling menyentuh dalam film adalah saat seorang istri melepas suaminya pergi ke daerah rawan konflik—tanpa tahu apakah ia akan kembali. Bagi keluarga prajurit yang hadir, adegan itu bukan fiksi. Itu adalah kenyataan yang mereka hadapi dengan pasrah dan bangga.
“Film ini seperti membongkar kembali kenangan saya. Suami saya dulu juga pernah berangkat tugas ke tempat berbahaya. Rasa haru dan takutnya masih terasa,” ujar seorang istri prajurit dengan mata yang sembab, sambil menggenggam tangan anaknya erat.
Edukasi Bela Negara
Kodim 0413/Bangka tak hanya menggelar nobar—mereka sedang membangun jembatan emosional antara prajurit dan masyarakat. Sebab kini, ketika bangsa kita mendekati usia 80 tahun kemerdekaan, kita membutuhkan lebih dari sekadar seremoni. Kita butuh kesadaran kolektif bahwa bela negara bukan hanya tugas TNI, tetapi panggilan setiap anak bangsa.
“Negeri ini dibangun bukan oleh senjata, tapi oleh cinta. Dan cinta itu kini harus kita rawat bersama—dalam damai maupun dalam siaga.”
Kodim 0413/Bangka patut diapresiasi. Mereka tidak memilih forum resmi yang kaku, tetapi bahasa film, bahasa hati, yang merangkul lintas generasi. Dan momen ini semestinya menjadi titik awal gerakan besar: hendaknya Danrem Garuda Jaya Babel, Gubernur Babel, Bupati/Walikota, Forkopimda, tokoh agama, pemuda, hingga guru-guru sekolah diajak turut Nobar. Agar semua kembali ingat bahwa kemerdekaan bukan hanya warisan, tapi amanah yang terus hidup.
“Bangsa yang lupa akan pengorbanan, akan mudah dipecah oleh kenyamanan.”
Kodim 0413/Bangka telah memberi contoh bahwa mengenang bukan berarti tinggal di masa lalu, tetapi bersiap menyambut masa depan dengan kesadaran yang lebih utuh. Karena dalam setiap prajurit, terkandung satu doa: agar negeri ini tetap damai, tetap merdeka, dan tetap satu.
Dan di dalam setiap kita, seharusnya hidup satu kesadaran: bahwa Indonesia tak akan bertahan oleh retorika, tetapi oleh keberanian untuk percaya. Believe. Semoga!
“Bela negara bukan semata-mata soal mengangkat senjata, tapi tentang mencintai tanah ini dalam diam, dalam doa, dan dalam perbuatan sehari-hari.”
#ri #freedom #tni #panglimatni #belanegara #film






