Oleh: Agus Ismunarno Cakraputra
Pemimpin Redaksi AQUILA Media Group
“Kematian selalu membuntuti Kehidupan dengan begitu dekat, bukanlah karena keharusan biologis, melainkan karena rasa iri.
Kehidupan ini begitu indah, sehingga maut pun jatuh cinta padanya.
Cinta yang pencemburu dan posesif, yang menyambar apapun yang bisa diambilnya”
Yann Martel dalam Life of Pi
DALAM sekejap mata, kehidupan bisa berubah menjadi kematian. Kematian menjadi sebuah keindahan manakala kematian menjadi penyelenggaraan ilahi, providentia dei.
Namun, kematian bernama sebuah tragedi berdarah tak beradab manakala manusia mengambil hak Tuhan atas kematian ciptaanNya tanpa alasan yang mulia.
Kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J yang disebut-sebut tembak menembak dengan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E prosesnya masih menuju PRESISI sebagaimana prioritas Kapolri dalam visi, misi dan programnya.
Terhadap kasus bak drama berdarah yang abu-abu itu, Presiden Joko Widodo sampai harus dua kali memberi peringatan kepada Polri (Kapolri, red) agar segera menuntaskan kasusnya seterang benderang mungkin. Apalagi selama hampir sebulan ini masyarakat disuguhi “drama” tragedi berdarah yang tak kunjung usai, ditutup-tutupi bernuansa penuh rekayasa.
Kemajuan Presisi
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menemukan fakta adanya 25 Anggota Polri aktif yang atas nama jiwa korsa dan jalur komando menghalang-halangi proses pengungkapan kasus yang menjadi perhatian masyarakat. Ketegasan Kapolri diuji.
Kapolri Sigit menyampaikan 25 personel polisi itu terdiri atas 3 jenderal polisi bintang satu, 5 orang kombes, 3 orang AKBP, 2 orang kompol, 7 orang pama, serta 5 orang dari bintara dan tamtama.
Masyarakat lega manakala spirit presisi itu pada akhirnya bukan hanya lips service atau slogan Polri semata. Langkah maju dan tegas sebagai titik balik pulihnya kepercayaan publik yang tergerus diambil oleh Kapolri.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam rangka memulihkan kepercayaan Presiden Jokowi dan kepercayaan publik – yang sudah sangat defisit – langsung mencopot 10 polisi yang tidak professional itu, termasuk Irjen Ferdy Sambo, atasan Brigadir J dan Baradha E.
Mengapa Kamis (4/8-2022) itu merupakan titik balik kemajuan Polri dalam mewujudkan slogan presisi?
Profesionalisme Polri sebelum Kamis 4 Agustus 2022 sangat kedodoran karena masih “efektifnya” jalur komando dan jiwa korsa mengintervensi dalam penanganan kasus tewasnya Brigadir J sehingga menimbulkan kejanggalanan-kejanggalan yang dipertontonkan kepada publik: SOP yang dikangkangi, rekayasa peristiwa, penghilangan barang bukti, pencopotan CCTV, pengaburan fakta dan lain lain.
Pencopotan 10 pejabat Polri itu merupakan pemutusan jalur komando dan jiwa korsa. Ini merupakan kemajuan pesat, sehingga tidak ada lagi penghalang bagi keberanian, keterbukaan dan kejujuran pihak-pihak yang mau bersaksi dengan jujur. Pencopotan 10 pejabat dan mutasi kepada mereka yang terlibat menghalangi sekaligus membuka aspek psiko-hierarkis dan psiko-politik.
Semakin Presisi
Bangsa ini dari Kamis (4/8-2022) hingga Minggu (7/8-2022) menyimak dengan sangat baik Polri dengan Kapolrinya semakin presisi. Dan jalan Polri untuk semakin presisi kini sudah terbuka lebar.
Drama dugaan pembunuhan berencana yang diduga penuh rekayasa untuk menutupinya mulai terungkap. Penyidik tinggal menarik benang merah dari keruwetan tipu rekayasa itu.
Minggu (7/8-2022) Ajudan Istri Irjen Ferdy Sambo, Bigadir Ricky Rizal, atau Brigadir RR ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Ricky disangkakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
“(RR disangkakan) dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP,” tegas Ketua Tim Penyidik Timsus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Andi Rian Djajadi yang juga Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri itu saat dikonfirmasi di Bareskrim Polri, seperti dilansir Antara.
Sebelumnya, Tim Penyidik Timsus Bareskrim Polri telah menetapkan Bhayangkara Dua Richard Eliezir Pudihang Lumiu atau Bharada E sebagai tersangka, dengan sangkaan Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Pasal ini berbeda dengan dengan yang disangkakan kepada Brigadir RR.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan laporan polisi yang dilayangkan oleh pihak keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, yakni terkait dugaan pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP juncto 338, juncto 351 ayat (3) juncto 55 dan 56 KUHP.
Last but not Least
Masih terngiang di telinga publik, pernyataan Irjen Ferdy Sambo kepada pers saat memenuhi panggilan Bareskrim Polri. Saat itu suami Putri Candrawathi itu menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Brigadir J yang merasa kehilangan.
Ia berkata, “Saya selaku ciptaan Tuhan menyampaikan permohonan maaf kepada institusi Polri. Demikian juga saya menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Brigadir Yoshua. Semoga keluarga diberikan kekuatan. Namun semua itu terlepas dari apa yang telah dilakukan Yoshua kepada istri dan keluarga saya.”
Jenderal bintang dua di institusi Polri itu pun meminta kepada semua pihak agar bersabar dan tidak menyebarkan asumsi liar yang menyebabkan informasi di balik tragedi meninggalnya Brigadir J simpang siur.
Terbaru, nyanyian Bharada E semakin nyaring dengan nada dasar presisi. Kuasa Hukum Bharada E, atau Richard Eliezer yakni Deolipa Yumara mengungkap kliennya diperintah dalam insiden tewasnya Brigadir J.
Bharada E mengaku diperintah atasan langsungnya. “Ya, dia diperintah oleh atasannya,” kata Deolipa Yumara saat dikonfirmasi, Minggu (7/8/2022).
“Atasan langsung, atasan yang dia jaga,” tandas Deolipa sambil menjelaskan bahwa Bharada E mengaku menerima perintah dari atasan langsungnya untuk membunuh.
“Ya, perintahnya ya untuk melakukan tindak pidana pembunuhan,” tandas Deolipa sambil menjelaskan kondisi Bharada E yang sudah tak lagi tertekan dan sudah berani menyebutkan nama-nama yang terlibat dalam tindak pembunuhan.
Bharada E juga berani mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus tewasnya Brigadir J. Deolipa menyebut Bharada E juga akan meminta perlindungan hukum kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Senin (8/8).
Alasan Bharada E siap menjadi JC dan meminta perlindungan hukum kepada LPSK, Deolipa melihat Bharada E dapat menjadi saksi kunci dalam kasus tewasnya Brigadir J.
Konfirmasi final yakni saksi kunci lain yaitu istri Irjen Fredy Sambo akan sangat signifikan mengungkap kronologi kematian Brigadir J. Apalagi Irjen Ferdy Sambo sudah ditahan dan diisolasi di Mako Brimob, (6/8-2022) untuk 30 hari ke depan.
Nyanyian kebenaran pun akan semakin vokal mengiringi lagu PRESISI Polri.
Istri Irjen Ferdy Sambo pun sudah muncul di public. Putri Candrawathi beserta anaknya dan didampingi pengacara Arman Hanis mendatangi Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok untuk menjenguk Ferdy Sambo.
Pernyataan pertama Putri Candrawathi, “Saya Putri bersama anak-anak, saya mempercayai dan tulus mencintai suami saya. Saya mohon doa, biar kami sekeluarga dapat menjalani masa yang sulit ini. Dan saya ikhlas memaafkan segala perbuatan yang kami dan keluarga alami.”
Sejumlah makna dan nuansa ada dalam pernyataan Putri Candrawathi itu. “Last but not least” itu justru akan menjadi lagu pamungkas yang “very important” dan akan menjadi “first” dalam pengungkapan kasus kematian Brigadir J yang hari-hari ini akan kita cermati bersama.
Ini sekaligus merupakan momentum emas di 77 Tahun Kemerdekaan RI: bagaimana Keluarga Besar Polri yang sedang diuji di awal Bulan Bhayangkaranya membuktikan diri slogan PRESISInya di hadapan Presiden Jokowi dan bangsa ini.
“Kematian adalah pelukan keabadian. Air mata jatuh bergulir mengiringi roh yang pergi melangkah. Biarkan kejujuran dan kebenaran mengantarkan sayap-sayap rohnya, terbang tinggi membubung menuju kedamaian abadi.” Semoga!