PANGKALPINANG, aquilaindonesia.com – Penataan pertambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) sepertinya masih menjadi masalah setiap tahunnya.
Oleh sebab itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Babel bersama Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang Badan Musyawarah (Banmus) pada Senin (6/3/2023).
Diungkapkan Ketua DPRD Babel, Herman Suhadi, bahwa pengelolaan hilirisasi timah merupakan kebijakan dari pemerintah pusat, untuk mendukung pengembangan terkait hilirisasi timah itu sendiri.
“Kami mengucapkan terima kasih atas masukan dan solusi terkait kebijakan-kebijakan terkait hilirisasi timah ini,” kata Herman Suhadi usai RDP.
“Menurut saya, kawan-kawan dari AITI ini setuju dengan pengembangan hilirisasi timah, akan tetapi pemerintah harus siap terlebih dahulu, terutama masalah regulasi nya,” ujarnya.
Herman Suhadi menuturkan permasalahan tata kelola pertambangan timah saat ini antara regulasi dan periuk nasi.
“Kepada masyarakat harus bijak menyikapi hal ini, agar timah sebagai anugerah untuk masyarakat Babel dan untuk Negara Indonesia, maka dari itu pemerintah harus mengatur regulasi dengan baik terkait hal ini,” jelas Politisi PDI-P ini.
“Mari diatur regulasinya, kelola dengan baik, berikan kejelasan kepada masyarakat sehingga masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan itu dapat merasa tenang dalam mencari nafkah,” ungkapnya
Dalam hal ini, Herman Suhadi juga menyarankan kepada PJ Gubernur Babel, Ridwan Djamaluddin agar pro kemasyarakat apabila mengambil sebuah kebijakan.
“Saya sangat menyarankan, apapun kebijakan yang diambil oleh PJ Gubernur harus pro kepada masyarakat Babel,” ucapnya.
“Sebentar lagi puasa, terus lebaran, perekonomian menurun akibat masyarakat tidak bisa bergerak dibidang pertimahan. Saran saya, negara harus hadir untuk memberi solusi yang terbaik tentang pertimahan di Babel ini,” harapnya.
Sementara itu, Ketua AITI, Ismiryadi yang akrab disapa Dodot, pihaknya sengaja menyurati DPRD Babel untuk beraudiensi terkait kondisi pertimahan yang terjadi akhir-akhir ini, supaya bisa disikapi dengan cepat oleh pihak eksekutif dan legislatif selaku pemerintah daerah.
“Kami sengaja datang kesini, ingin menyampaikan dan menanggapi soal perkembangan timah seperti di media itu, ada stop ekspor timah dan hilirisasi,” kata Dodot.
Diakuinya sebagai pengusaha timah, pihaknya siap menjalani hal itu, tapi harus jelas dulu regulasinya, terkait persoalan pertimahan ini AITI pun sudah di undang Komisi 7 DPR-RI untuk memberikan masukan.
Pihaknya pun menyampaikan apabila ingin belajar masalah pertambangan silakan ke Babel, sebab sejak dulu di Babel sudah ada hilirisasi tambang.
“Regulasinya mana, apalagi sejak tahun 1976 terkait hilirisasi ini pun sudah ada, yakni berdirinya Peleburan Timah (Peltim) di Muntok yang diresmikan Soeharto selaku presiden kala itu,” tegas Dodot.
“Timah ini kan di ekspor bukan dalam bentuk bahan baku tapi dalam bentuk hilirisasi kadarnya sudah 99 persen, berbeda dengan nikel yang baru 6 persen,” tandasnya. (*)
Aquila.com : Dwi Putra
Editor : Dwi Putra