Oleh: Agus Ismunarno Cakraputra
Pemimpin Redaksi AQUILA Media Group
*) Journey of Life Series
* Prolog: Di Ambang Hari H, Demo Damai Tata Niaga Timah
PADA pagi yang penuh harapan, Senin, 6 Oktober 2025, ribuan penambang dari pelbagai pulau Bangka Belitung akan berkumpul di depan kantor pusat PT Timah. Mereka datang tidak sekadar menuntut — mereka datang membawa harapan yang telah lama tercekik: agar timah penghasil hidupnya tak lagi menjadi sumber derita.
Kunjungan resmi Presiden Prabowo Subianto, bersama beberapa menteri tinggi, termasuk Menteri “Koboi” Purbaya menjadikan momen ini lebih krusial.
Di balik protokol kenegaraan dan pengawalan para petinggi, ada realitas panjang ketidakadilan harga, keterlambatan pembayaran, praktik ilegal yang membayangi, dan penambang kecil yang tiap hari bekerja demi sebutir harapan.
Kita semua berharap: kunjungan itu menjadi katalis perubahan dan bukan menjadi sandiwara semu yang berlalu begitu saja
Panggung “Ketegangan”: Suasana Jelang Demo dan Persiapan Keamanan
Menjelang aksi 6 Oktober, situasi di Bangka Belitung sudah menunjukkan ketegangan terselubung. Polda Babel mengumumkan menyiapkan 850 personel gabungan untuk pengamanan unjuk rasa di kompleks PT Timah.
Pihak keamanan tampaknya sudah mengantisipasi kemungkinan kerumunan besar, aksi mendadak, atau gangguan di sekitar rute aksi. Kehadiran Presiden di daerah menambah dimensi pengamanan — bukan sekadar untuk perlindungan protokoler tapi juga menjaga agar agenda resmi tak terganggu oleh massa.
Publik lokal sudah menyebar informasi lewat sosial media dan grup WhatsApp: titik kumpul massa, rute yang akan dilalui, dan imbauan agar massa tetap tertib. Ada pula imbauan agar tidak menyalahgunakan fasilitas publik dan atau merusak lingkungan sekitar PT Timah.
Sikap aparat keamanan sejak awal adalah: antisipatif, siaga, dan terbuka pada dialog. Namun probabilitas pengaturan ruang demo (zona aman, pembatasan akses, pembatasan massa) sangat besar — massa harus siap menerima pembatasan yang diberlakukan polisi, asal tidak memblokade akses vital atau merusak fasilitas.
Suara dari Kantor Tinggi: Pernyataan Pejabat dan Panggung Politik

* Presiden dan Pemerintah Pusat
Dalam pidatonya di acara penutupan Munas PKS, Presiden Prabowo menegaskan telah memerintahkan TNI, Polri, dan Bea Cukai untuk mengadakan operasi besar-besaran menutup 1.000 tambang timah ilegal di wilayah Bangka Belitung. Ia menyebut bahwa selama ini hampir 80% hasil timah diselundupkan ke luar negeri, dan operasi ini diharapkan menyelamatkan sekitar Rp 22 triliun dalam beberapa bulan.
Prabowo menganggap penertiban ini bukan sekadar tindakan keamanan, melainkan upaya menghentikan “kebocoran negara” dan melawan aktor-aktor besar yang selama ini mengambil keuntungan dari praktik ilegal.
Langkah ini mendapat sambutan dari sebagian korporasi pertambangan yang melihat peluang peningkatan produksi resmi setelah pelemahan tambang ilegal. PT Timah sendiri menyatakan optimismenya bahwa target produksi tahun 2025 tetap bisa dicapai, meski sempat mengalami penurunan produksi di paruh pertama tahun ini akibat kompetisi yang tidak fair dari sektor ilegal.

* Pemerintah Daerah & Gubernur Babel
Gubernur Bangka Belitung, Hidayat Arsani, mengumumkan bahwa PT Timah telah menaikkan harga beli timah dari rakyat. Tiga faktor (harga, pembelian “ada barang ada duit”, dan izin WPR) juga telah disepakati.
Gubernur menegaskan bahwa aspek legal dan peraturan daerah (Perda) WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) sudah disiapkan.
Namun, kebijakan satgas yang dibentuk untuk menertibkan tambang ilegal menuai kritik dari penambang rakyat — mereka merasa satgas sering bertindak sewenang-wenang terhadap tambang rakyat, sementara sebagian wilayah hak rakyat diklaim sepihak oleh satgas.
Sementara PT Timah dalam pernyataan resminya menegaskan bahwa keberadaan Satgas untuk menata penambangan agar lebih aman, nyaman dan berkesinambungan.
Tuntutan Publik: Rasa Ketidakadilan yang Menumpuk
Sejak lama, tuntutan penambang rakyat sudah menjadi konsumsi publik:
Harga wajar di tingkat penambang yang terkait langsung dengan fluktuasi harga internasional (LME).
Pembayaran cepat (“ada barang ada duit”), bukan menunggu berbulan-bulan.
Pengakuan izin pertambangan rakyat (WPR) dan penghapusan tindakan represif satgas terhadap tambang rakyat legal.
Pemberantasan mafia dan tengkulak yang memanfaatkan disparitas harga antar pembeli.
Transparansi seluruh rantai niaga, agar rakyat tahu siapa pihak yang memotong margin keuntungan.
A

Direktur Utama PT Timah Tbk
liansi Penambang Rakyat Bersatu bahkan menyebut tiga poin utama: percepatan izin tambang rakyat, pembubaran Satgas Nanggala (jika bertindak semena-mena), dan penetapan harga timah yang layak sesuai keinginan rakyat.
Ada juga keberatan bahwa PT Timah menguasai sekitar 90% IUP yang ada, sedangkan rakyat dibiarkan hanya mengakses 10% wilayah — sesuatu yang menimbulkan persepsi bahwa sistem pertambangan di Babel “terpusat di satu keranjang besar.”
Maka, tuntutan ini bukan sekadar emosional — ia lahir dari kondisi struktural yang lama terabaikan.
Respons yang Memadai Bisa Meredam Tensi
Respons pemerintah dan perusahaan PT Timah sejauh ini menunjukkan beberapa langkah positif:
Pengumuman kenaikan harga beli timah sudah beredar di publik.
Komitmen penertiban tambang ilegal secara besar-besaran oleh Presiden dan aparat pusat.
Optimisme PT Timah bahwa ia bisa mencapai target produksi 2025 meskipun ada hambatan dari praktik ilegal.
Namun, semuanya masih berada di ranah janji dan komitmen, belum di ranah implementasi yang konkret dan terukur. Semoga menjadi konkret dan terukur.
Banyak penambang masih memerlukan pembuktian apakah kenaikan harga itu konsisten, apakah pembayaran cepat bisa dipenuhi, dan apakah izin WPR akan benar-benar diberikan — bukan hanya janji.
Represifitas satgas terhadap tambang rakyat hendaknya direspon dengan positif.
Skema Ideal Tata Kelola & Tata Niaga Timah untuk Masa Depan
Dari realitas dan tuntutan, rekomendasi skema kebijakan yang berpeluang dijadikan blueprint advokasi penambang kiranya bisa ditanggapi oleh Presiden Prabowo dan Menkeu Purbaya beserta PT Timah.
1. Harga acuan berbasis LME + formula pemotongan transparan
Gunakan LME (London Metal Exchange) sebagai dasar harga acuan, dikurangi biaya pengolahan, transportasi, margin wajar, dan pajak — semua elemen harus transparan dan publik. Penyesuaian harga lokal dilakukan mingguan atau bulanan agar penambang tak tertinĥggal oleh fluktuasi pasar dunia.
2. Pembayaran cepat & sistem escrow
Kontrak pembelian timah antar penambang dan pembeli/PT Timah harus mencantumkan waktu pembayaran maksimum (misalnya 7-14 hari kerja). Uang disimpan dalam rekening escrow atau rekening khusus yang bisa dicairkan setelah validasi kadar dan jumlah.
3. Traceability & sistem registri digital
Setiap bijih timah yang dijual wajib dicatat dalam registri nasional (digital, blockchain, atau sistem pemerintah) agar asal barang, kadar, dan path peredaran bisa dilacak dari tambang sampai smelter. Ini menekan ruang manipulasi oleh pihak ketiga/mafia.
4. Partisipasi daerah & skema saham BUMD
Sudah lama masyarakat Babel merindukan hak saham minoritas (misalnya 5–15%) kepada pemerintah provinsi/kabupaten di PT Timah atau perusahaan afiliasinya.
Dengan demikian, daerah ikut punya “kulit dalam permainan”, kepentingan lokal lebih terlindungi.
Demikian juga perjuangan sejak lama tingkat royalti timah juga bisa ditinjau ulang — misalnya dari 3% ke tingkat yang lebih adil (disesuaikan dengan kondisi pasar dan keekonomian lokal).
5. Penataan perantara (license / blacklist / sanksi)
Hanya perantara/pembeli yang memiliki izin (license) resmi yang boleh membeli timah. Pihak yang terlibat dalam praktik predasi harga atau menyalahgunakan akses akan diblacklist dan dikenakan sanksi administratif atau pidana.
6. Program transisi & pendampingan penambang kecil
Penambang rakyat harus dibantu agar bisa legal: penyediaan alat yang lebih efisien, pelatihan teknis, akses kredit mikro, dan skema kemitraan dengan PT Timah agar mereka tampak sebagai bagian dari rantai legal.
Program ini mencegah pemberantasan ilegal.
Demo Damai Serumpun Sebalai: Tuntutan Didengar, Bukan Dilawan
Aksi massa harus menjadi medium dialog, bukan konflik. Berikut panduan praktis agar demonstrasi berjalan dengan hormat dan efektif:
1. Koordinasi awal & pemberitahuan resmi
Bentuk tim koordinator, susun rute, tentukan titik kumpul, sampaikan pemberitahuan ke aparat kepolisian (untuk pengamanan) sekaligus menyatakan niat damai.
2. Tuntutan tertulis & delegasi
Siapkan surat tuntutan (tanda tangan tokoh masyarakat / penambang). Pilih delegasi (3–5 orang) untuk bertemu manajemen PT Timah / pejabat daerah secara resmi.
3. Batas perilaku & zona aksi
Hindari merusak fasilitas, membakar ban, atau memblokade ruas jalan vital. Tetapkan zona aksi (jarak aman dari kantor, area yang diperbolehkan).
4. Dokumentasi sebagai perlindungan
Rekam aksi lewat video/foto. Libatkan saksi dari LSM/advokat HAM agar bila terjadi tindakan represif, ada alat bukti.
5. Tahapan eskalasi terukur
Bila tuntutan tidak dijawab dalam periode yang disepakati, delegasi bisa menyampaikan ultimatum atau meminta pertemuan lanjutan — tetapi jangan langsung berubah menjadi aksi susulan tanpa pemberitahuan.
6. Jaga komunikasi publik
Keluar pernyataan tertulis, sampaikan ke media, unggah ke media sosial. Gunakan slogan yang jelas dan mudah diterima publik (misalnya “Harga Adil, Pembayaran 7 – 14 Hari, Traceable Tin”).
7. Keamanan & solidaritas internal
Siapkan pos medis, logistik air/minum, tim keamanan internal (mengatur kerumunan), dan nomor darurat ke aparat kepolisian atau pemda.
Jika semua ini dijalankan dengan tertib, maka pihak pemerintah dan manajemen enggan mengabaikan aksi — karena publik bisa menilai: “ini bukan rusuh, ini dialog rakyat.”
Peluang & Risiko: Kunjungan Presiden sebagai Titik Balik atau Ilusi Politikal?
Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Bangka Belitung menyajikan peluang besar — sekaligus risiko kegagalan simbolik jika tak diikuti tindakan nyata.
Peluang strategis:
Pengumuman kebijakan darurat (misalnya percepatan pembayaran, dana jembatan untuk tagihan tertunda).
Menginstruksikan para mitra PT Timah segera bekerja kembali menambang dengan pola harga dan waktu pembayaran yang dipercepat. Semoga daya beli rakyat Babel segera pulih.
Instruksi langsung agar pihak PT Timah, Kementerian, dan Pemda menyusun team task force lokal untuk merumuskan roadmap 30/60 hari.
Menyampaikan niat menaikkan royalty atau menyuntik kekuatan hukum agar izin WPR segera diterbitkan.
Namun kendalanya:
Kenaikan royalty besar (misalnya dari 3% ke 10%) memerlukan kajian hukum, konsensus legislatif, dan penyesuaian anggaran — tidak bisa diputuskan satu malam.
Memberikan saham PT Timah kepada Babel tidak bisa sepenuhnya dilakukan secara spontan dalam satu kunjungan — dibutuhkan RUPS, due diligence, dan regulasi pendukung.
Janji saja tanpa aksi dapat melemahkan kepercayaan rakyat — kunjungan justru bisa menjadi momen kegagalan politik bila tidak terjadi peredaman strategis.
Jika Presiden + Menteri Ekonomi (Purbaya) ingin meninggalkan jejak keberhasilan, mereka harus menyertakan kerangka kerja operasional, bukan hanya janji retorika.
Pelajaran dari Demo Agustus dan Strategi Kedepan
Demo Agustus lalu — meskipun tidak setara dalam skala dengan rencana 6 Oktober — sudah mengajarkan: dialog terbuka + tindak nyata jangka pendek adalah kombinasi yang paling meredam.
Ketika pemerintah menyediakan ruang audensi, menerima delegasi, dan melakukan langkah konkret (misalnya percepatan pembayaran), kerumunan mereda.
Semoga dialog bukan hanya kosmetik tanpa implementasi. Oleh karena itu, penambang dan advokasi daerah harus memperhatikan elemen:
Konsistensi dalam pernyataan & realisasi.
Transparansi pada semua langkah kebijakan.
Mencatat janji pejabat: siapa, kapan, apa tindakan yang disepakati — agar bisa dievaluasi.
Menjaga moral perjuangan tetap damai agar publik tak berpihak pada kepentingan represif.
Epilog: Dari Tanah Penambangan ke Tanah Kehormatan
Peristiwa 6 Oktober 2025, bukan sekadar unjuk rasa — ini adalah momen uji keberanian negara terhadap rakyatnya sendiri. Jika Presiden dan para menteri mampu menyisipkan keberanian eksekusi di balik janji dan tatapan kamera, maka akan lahir pola baru: pertambangan yang adil, transparan, dan mensejahterakan rakyat kecil.
Semoga tulisan ini bisa menjadi peta jalan bagi penambang, advokat, media, dan publik: agar suara mereka tak lenyap di antara langit dan gemericik air penambangan. Semoga!
#Prabowo #Purbaya #hidayatarsani #PT Timah #demonstrasi #timah
*)-the journey of life series- adalah tulisan serial berbagai tema oleh penulis, pasca 65 Th Kelahiran (15 Agustus 1960), 35 Th Berkarya sebagai Insan Pers Indonesia dan 25 Th Berkarya Jurnalistik di Babel.






