Oleh: Agus Ismunarno Cakraputra
Pemimpin Redaksi AQUILA Media Group
*) Journey of Life Series
Pengantar
KEADILAN sejati dalam pengelolaan sumber daya alam tidak lahir dari benturan, melainkan dari kesediaan semua pihak untuk menegakkan kepastian hukum dengan hati rakyat.
Kemenangan rakyat sejati bukan sekadar terpenuhinya tuntutan harga, tetapi terlaksananya kesepakatan dengan menjunjung tinggi undang-undang, etika lingkungan, dan kepentingan masa depan anak negeri.
Win-win solution yang sejati hanya lahir bila keadilan sosial bertemu dengan ketertiban hukum.
Harga boleh disepakati, tetapi integritas tata kelola dan tata niaga harus dijaga.
Sebab manakala hukum dilukai atas nama keadilan sesaat, maka berkat alam yang semestinya menjadi anugerah bisa berubah menjadi musibah bagi anak cucu.
Inilah saatnya semua pemangku kepentingan — pemerintah, PT Timah, aparat hukum, dan penambang rakyat — bergandengan tangan menata ulang ekosistem pertimahan agar menjadi berkah nasional.
Rakyat boleh bergembira, tapi kegembiraan itu harus diiringi tanggung jawab: menambang dengan akal sehat, menjual dengan etika, dan menjaga bumi dengan nurani.

Foto/teks: agus
1. Kondisi Terkini
Aksi besar penambang rakyat pada 6 Oktober 2025 menandai ledakan aspirasi dari akar rumput yang selama ini menuntut keadilan harga dan tata niaga.
Kericuhan sempat terjadi, namun mereda setelah Direktur Utama PT Timah, Restu Widyantoro, menyetujui poin penting tuntutan rakyat — antara lain harga beli pasir timah kadar SN 70% sebesar Rp300.000/kg serta komitmen untuk menata ulang mekanisme kolektor dan pembelian.
Namun, tahap krusial bukan pada janji, melainkan implementasi.
Kesepakatan yang belum dilembagakan dalam dokumen formal berpotensi melahirkan euforia jangka pendek dan konflik jangka panjang bila tidak segera dilegalisasi dan diawasi.
2. Tuntutan dan Tanggapan
Tuntutan utama:
1. Kenaikan harga beli pasir timah kadar SN 70%.
2. Pembenahan mekanisme kolektor agar berpihak pada penambang rakyat.
3. Penertiban oknum dan praktik yang merugikan masyarakat.
4. Legalisasi ruang penambangan rakyat secara adil dan transparan.
Tanggapan: PT Timah menyatakan kesediaan memenuhi tuntutan inti dan membuka ruang dialog untuk penataan lanjutan.
3. Penegakan Hukum Pasca Aksi
Aksi ricuh yang terjadi perlu ditindaklanjuti oleh Polri/Polda Babel untuk menegakkan keadilan dan menegaskan batas antara aspirasi dan anarki.
Tanpa penegakan hukum, kepercayaan publik akan rapuh, dan legitimasi tuntutan rakyat yang tulus bisa ternoda oleh perilaku segelintir provokator.
4. Etika Kepemimpinan Publik
Pernyataan anggota DPR RI Bambang Patijaya yang menyebut “….walaupun a gak sedikit nakal nakal, kaca berhamburan tapi ya sudah…Ini kadang kadang harus ada risiko yang harus dibayar….tetapi saya menyarankan untuk tetap terkendali dan tidak anarkis,” patut dikoreksi secara konstruktif.
Pemimpin publik semestinya menenangkan, bukan menormalisasi kekerasan.
Empati kepada rakyat boleh, tapi empati kepada hukum adalah kewajiban.
Keduanya harus berjalan serasi agar solidaritas tidak berubah menjadi solidaritas destruktif.
5. Formula Ideal Pasca Kesepakatan
Agar hasil negosiasi menjadi instrumen legal dan berkelanjutan:
1. Legalitas Formal: buat Berita Acara / MoU tertulis antara PT Timah, perwakilan penambang, Pemprov, dan instansi pusat.
2. Sinkronisasi Regulasi: pastikan kesepakatan sesuai UU Minerba, peraturan pemerintah, dan perda lingkungan.
3. Transparansi Niaga: wajibkan transaksi melalui mekanisme resmi dan non-tunai untuk mencegah kebocoran atau penyelundupan.
4. Pengawasan Bersama: bentuk tim pengawas gabungan (perusahaan–pemerintah–masyarakat–penegak hukum).
5. Aspek Lingkungan: setiap izin tambang rakyat harus disertai syarat reklamasi dan batas wilayah eksploitasi.
6. Langkah Implementasi dan Pengawasan
1. Legalisasi Kesepakatan secara administratif.
2. Pembentukan Tim Implementasi & Pengawasan lintas sektor.
3. Verifikasi Kolektor Resmi dan penertiban kolektor nakal.
4. Audit Pembayaran & Laporan Transaksi.
5. Penegakan Hukum terhadap Aksi Anarkis.
6. Penataan Lingkungan & Rehabilitasi Lahan.
7. Sosialisasi Publik & Whistleblowing Mechanism.
7. Harmonisasi Antar-Sektor
Untuk mencegah benturan dengan pariwisata, kehutanan, dan lingkungan hidup:
Lakukan kajian cepat dampak lintas sektor.
Terapkan zonasi ketat tambang rakyat.
Integrasikan peta tambang dengan rencana tata ruang dan kawasan wisata.
Bangun skema konservasi dan pariwisata pascatambang.
8. Pesan Akhir: Nasionalisme Ekonomi yang Beradab
Perjuangan menuntut keadilan ekonomi tidak boleh mematikan moral hukum dan tanggung jawab ekologis.
Tugas negara hari ini adalah menyeimbangkan tiga hal: keadilan sosial, ketertiban hukum, dan kelestarian lingkungan.
Jika rakyat menambang dengan nurani, pemerintah mengatur dengan kejujuran, dan korporasi membeli dengan tanggung jawab, maka timah Babel akan kembali menjadi berkah — bukan kutukan atau musibah sejarah.
Itulah nasionalisme ekonomi yang beradab:
mensejahterakan tanpa merusak, menegakkan hukum tanpa menindas, dan memuliakan rakyat tanpa mengabaikan bumi tempatnya berpijak. Semoga!
*)-the journey of life series- adalah tulisan serial berbagai tema oleh penulis, pasca 65 Th Kelahiran (15 Agustus 1960), 35 Th Berkarya sebagai Insan Pers Indonesia dan 25 Th Berkarya Jurnalistik di Babel.






